PENGENDALIAN & PERILAKU ORGANISASI
A. Pengertian Organisasi
Adalah sekelompok orang yg bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.
B. Teori perilaku organisasi
1. Abraham Maslow (1970)
Teori Jenjang Kebutuhan, bahwa manusia mempunyai banyak kebutuhan dan keinginan yg tersusun sedemikian hingga bila satu kebutuhan telah terpenuhi maka manusia tersebut akan berusaha memenuhi tingkat kebutuhan yg lebih tinggi lagi.
Teori ini menyiratkan bahwa SPM haruslah didasarkan pd keinginan manusia untuk memuaskan, yg berbeda di setiap saat, untuk setiap keadaaan dan bagi orang yang berbeda
2. Teori Motivasi pencapaian
C.P. Alderfer(1972), perilaku manajer dalam organisasi, bahwa seseorang dipengaruhi oleh keinginannya untuk berhasil (berprestasi), keinginan untuk berkuasa, dan kebutuhan akan pergaulan (afiliasi).
Teori ini menyiratkan bahwa SPM dalam menggunakan struktur imbalan dan hukuman haruslah didasarkan pada motif-motif ini
Jones 1995, 421 menyatakan secara teori suatu perusahaan tentu akan mengalami suatu siklus hidup. Ada empat tahapan organisasi yaitu; kelahiran, pertumbuhan, penurunan, dan kematian
GAMBAR Model Siklus Hidup Organisasi Jones 1995, 421
Keterangan:
a. Organizational birth
Organizational birth /Kelahiran organisasi, dengan memanfaatkan keahlian dan kompetensi, beberapa orang kemudian dapat menciptakan nilai/ value sehingga dapat disebut lahirlah sebuah organisasi. Menciptakan nilai yaitu dicontohkan menemukan cara baru untuk dapat meraih pasar. Contohnya kita menjual produk sama akan tetapi harga lebih murah, kita membuat kue yang memiliki citarasa lezat yang tidak sama dengan perusahaan sejenis. Contoh tersebut menunjukkan strategi yang dipilih seperti penawaran harga yang lebih rendah dari pesaing (low‑cost business) dan penawaran produk yang berbeda dari pesaing (differentiation)
b. Organizational birth
Organizational birth/ pertumbuhan organisasi, yaitu organisasi yang mengembangkan keahlian dan kompetensinya. Banyak cara yang dilakukan agar dapat tumbuh seperti meniru strategi, struktur, dan budaya organisasi yang telah sukses sebelumnya.
c. Organizational decline
Organizational decline/ penurunan organisasi, yaitu suatu organisasi yang gagal dalam mengantisipasi, mengenal, menghindari, menetralisir, atau menyesuaikan diri dengan tekanan eksternal dan internal yang mengancamnya.
d. Organizational death
Organizational death/ organisasi yang mati, yaitu organisasi yang tidak bisa lagi beroperasi dan beraktifitas lagi. Hal seperti ini sebenarnya yang harus dihindari dari suatu organisasi.
3. Model Penurunan Organisasi Weitzel dan Jonsson 1998
Dari gambar di bawah terlihat ada lima tahap decline, yaitu tahap satu blinded, tahap dua inaction, tahap tiga faulty action, tahap empat crisis, dan tahap lima dissolution and organizational death.
Gambar 2 Model Penurunan Organisasi Weitzel dan Jonsson 1998
Keterangan:
a. Tahap pertama blinded, yaitu organisasi tidak dapat mengenal masalah internal atau eksternal yang sedang mengancam kehidupannya. Hal ini dikarenakan organisasi tidak memiliki tempat untuk memonitoring dan sistem informasi yang mereka butuhkan untuk mengukur efektivitas organisasi dan mengidentifikasi penyebab organizational inertia. Langkah yang dapat dilakukan manajer yaitu memonitor faktor‑faktor internal dan eksternal secara terus menerus sehingga memiliki informasi yang tepat waktu untuk melakukan tindakan koreksi.
b. Tahap dua inaction, hal ini terjadi karena kekeliruan manajer dalam menginterprestasikan informasi dan situasi ini merefleksikan perubahan jangka pendek. Penyebab lainnya yakni manajer mengejar tujuannya dengan mengorbankan tujuan stakeholder lain.
c. Tahap tiga faulty action, hal ini karena tidak selesainya masalah yang dihadapi walaupun manajer telah berusaha mengambil beberapa tindakan. Penyebabnya dapat dikarenakan manajer over commitment (komitmen yang berlebihan) terhadap strategi dan struktur sehingga tidak berani merubah meskipun ternyata hal tersebut tidak dapat menghentikan decline.
d. Tahap empat crisis, yaitu menggunakan perubahan radikal terhadap strategi dan struktur organisasi yang dapat menghentikan decline sehingga perusahaan akan tetap survive.
e. Tahap lima dissolution, yaitu tahap dimana organisasi tidak dapat dibangkitkan lagi. Organisasi telah kehilangan dukungan dari stakeholdernya, akses ke sumber daya lain lemah, kehilangan reputasi dan pasar. Organisasi mungkin tidak mempunyai pilihan selain melepaskan sumber daya yang tersisa atau melikuidasi assetnya dan kemudian bangkrut.
4. Pertumbuhan Organisasi Model Grainer 1972
Model Grainer yang berasal dari Harvad ini menyatakan bahwa organisasi berjalan melalui lima subtahap pertumbuhan yang berurutan selama evolusi organisasi dan semua tahap diakhiri dengan suatu krisis karena adanya problem utama yang dihadapi organisasi.
Gambar Pertumbuhan Organisasi Model Grainer 1972
Keterangan:
a. Tahap pertama yakni pertumbuhan melalui kreatifitas, seseorang setelah mengembangkan produk baru ke pasar melalui pengembangan keahlian dan kemampuannya sehingga organisasi dapat berkembang. Kemudian terjadi krisis kepemimpinan, yang biasanya mengindikasikan pengusaha tersebut tidak tepat untuk menjadi seorang manajer.
b. Tahap kedua yakni pertumbuhan melalui direksi, dengan adanya krisis kepemeimpinan tersebut, maka tim top manajemen yang kuat dapat menjadi pemimpin pada tahap berikutnya. Sehingga mereka mengambil tanggungjawab dengan mengatur strategi perusahaan. Kemudian menerapkan aturan‑aturan yang standar dan formal, dan prosedur‑prosedur yang memungkinkan semua fungsi‑fungsi organisasi untuk memonitor dan melakukan pengendalian aktivitas dengan lebih baik. Kemudian terjadi krisis otonomi, karena orang-orang kreatif seperti pada departemen riset dan development (R&D), departemen produksi, dan pemasaran menjadi frustasi karena kurangnya pengendalian terhadap pengembangan produk dan inovasi. Struktur didisain oleh top manajer dan memaksakan sentralisasi dalarn pengmbilan keputusan dan membatasi kebebasan untuk exsperiment, mengarribil resiko, dan menjadi entrepreneurship internal.
c. Tahap tiga adalah pertumbuhan melalui delegasi, yaitu organisasi yang banyak mendelegasikan otoritasnya kepada manajer di tingkat bawah dalam semua fungsi dan memberikan penghargaan atas kontribusinya dalam mengendalikan aktivitas organisasi. Kemudian terjadi krisis pengendalian, yaitu top manajer merasa kehilangan kontrol terhadap perusahaan secara keseluruhan. Manajer di tingkat bawah menyukai extra power ini karena berhubungan dengan prestise dan reward.
d. Tahap empat yaitu pertumbukan melalui koordinasi, yaitu top manajer mengkoordinasi divisi‑divisi dan memotivasi manajer divisi untuk menjalankan organisasi dengan perspektif yang luas. Kemudian terjadi krisis red tape, yaitu aturan dan prosedur meningkat tetapi pengaruhnya terhadap peningkatan efektivitas organisasi hanya sedikit bahkan mungkin menjadi kurang efektif karena melemahkan entrepreneurship dan aktivitas produktif lainnya.
e. Tahap lima pertumbuhan melalui kolaborasi, yaitu menekankan "spontanitas yang lebih besar dalam tindakan manjemen melalui tim dan kecakapan dalam menghadapi pertentangan antar personal". Jadi yang diterapkan adalah pengendalian sosial dan self‑discipline, bukan pengendalian formal. Sehingga banyak perusahaan yang akhirnya memperbaiki pelayanannya terhadap customer dan menggunakan "matrix in the mind' yang pada manajemen global adalah bagian dari strategi kolaborasi. Dengan menggunakan saling menyesuaikan (mutual adjustment) dan mengurangi standarisasi dalam kerangka kolaborasi ternyata banyak perusahaan yang cukup sukses dan menjadikan organisasi lebih organik.
5. Hubungan antara Organisasi dan Keefektifan Organisasi Jones 1995, 441
Gambar: Hubungan antara Organisasi dan Keefektifan Organisasi Jones 1995, 441
Dari gambar di atas, nampak hubungan antara efektifitas organisasi dengan ukuran organisasi. Titik yang paling efektif berada pada titik A, yaitu perpotongan antara titik efektifitas organisasi pada E1 dengan ukuran organisasi pada titk S1. Sedangkan jika organisasi tumbuh terus dan melewati dari titik A, maka efektifitas terlihat akan menjadi menurun. Asumsi dari model ini yaitu manajer memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi krisis organisasi sehingga, dapat mempertahankan organisasinya. Pada titik A banyak faktor yang dapat menyebabkan organisasi tumbuh dengan sangat cepat atau tumbuh dengan cara yang mengarahkan organisasi ke tahap decline yaitu: Organizational Inertia dan Environmental Change.
6. Strategi Berkompetisi di dalam Sumber Daya Lingkungan Jones 1995, 426
| Spesialis Strategy (operates in one niche) | Generalist Strategy (operates in several niches) |
r- Strategy | r- Spesialis | r- Generalist |
k- Strategy | k- Spesialis | k- Generalist |
Gambar 5 Strategi Berkompetisi di dalam Sumber Daya Lingkungan Jones 1995, 426
Dari gambar di atas, yaitu adanya r‑strategy versus k‑strategy. R‑strategy adalah upaya membangun organisasi lebih awal di lingkungan yang baru. Keuntunganya yaitu memperoleh first‑mover advantage dan memiliki kesempatan pertama untuk memperoleh resources dilingkungannya sehingga organisasi dapat tumbuh cepat dan mengembangkan keahliannya sehingga dapat meningkatkan kesempatan untuk tetap hidup dan menjadi lebih makmur.
K-Strategy adalah membangun organisasi lebih lambat, biasanya berada pada lingkungan yang lain dan jika lingkungan tersebut sudah berkurang serta organisasi telah menemukan cara yang benar dalam bersaing, baru organisasi itu berpindah pada lingkungan yang baru dan menjadi pesaing.
Specialist strategy yaitu mengupayakan core competence-nya untuk dapat memasuki area sumber daya yang sempit pada suatu relung pasar. Generalist strategy yaitu menyebarkan core competence-nya pada area sumber daya yang lebih luas di beberapa relung pasar. Generalist strategy dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang tidak pasti karena jika satu relung menghilang mereka masih memiliki relung yang lain untuk beroperasi. Sedangkan specialist yang hanya memiliki satu relung sangat besar sehingga ada kemungkinannya untuk gagal dan mati. Specialist dan generalist dapat hidup berdampingan, karena kesuksesan generalist menciptakan kondisi dimana specialist dapat beroperasi.
Process of Natural Selection memunculkan empat jenis strategi yaitu r-specialist, r-generalist, k-specialist, dan k-generalist dari perlawanan antara r‑strategy vs k‑strategy dan specialist strategy vs generalist strategy. Organisasi yang menerapkan r‑strategy akan bergerak cepat dalam memenuhi kebutuhan konsumen sehingga pertumbuhannya seperti menjamur yang biasanya organisasi ini kemudian menjadi r- generalist.
Kemudian organisasi yang sekarang menjadi r-generalist akan memasuki pasar dan mengancam r‑specialist yang lemah. Akibatnya hanya r‑specialist yang kuat saja yang dapat bertahan, kemudian r-generalist dan k-generalist yang dapat terus bertahan dan mendominasi lingkungan dengan melayani berbagai segmen pasar dan menekan biaya lebih rendah, atau dengan differentiation strategy.
Perusahaan biasanya cenderung memilih k-generalist strategy yang dapat menimbulkan relung‑relung untuk perusahaan baru sehingga k‑specialist dapat memanfaatkan relung tersebut. Perusahaan baru biasanya selalu memunculkan untuk kesempatan baru sehingga hal ini yang menyebabkan proses seleksi alam, yaitu suatu proses yang menjamin kelangsungan hidup dari organisasi yang memiliki keahlian dan kemampuan terbaik saja yang dapat bertahan pada lingkungannya.
Oleh karena itu, modal intelektual organisasi yang dikemukakan Robinson dan Kleiner 1996, 36 merupakan upaya strategis bagi organisasi dalam menjamin keberlanjutan dan sekaligus memiliki keunggulan kompetitif. Sebagai contoh lihat bagaimana Bill Gates yang memiliki modal intelektual dalam organisasinya dia selalu menjadi pionir dalam bidang software di dunai yang sampai sekarang belum ada yang menandingi keunggulannya.
Sebagai langkah keberlanjutannya yaitu dengan managing organizational knowledge as a strategic asset yang merupakan peran yang tidak kalah pentingya dalam strategi organisasi yang unggul (Brollinger dan Smith 2001, 8)
Guna menunjang stretegi di atas, perkembangan teknologi yang tidak bisa diabaikan peran strategisnya adalah dengan dengan jaringan intranet dan internet. Seperti yang dikemukakan oleh Yen dan Chou 2001, 80 bahwa dalam menggunakan intranet sebagai alat komunikasi organisasi ternyata menunjukkan efesiensi yang tinggi karena dapat mengurangi biaya komunikasi. Intranet adalah jaringan komunikasi antar bagian dalam suatu lingkungan perusahaan dan biasanya dapat juga menjangkau kepada beberapa gedung yang berbeda dalam satu lokasi perusahaan.
Sesuai dengan modal intelektual organisasi yang diharapkan dapat ada dan selalu ditingkatkan dalam sebuah organisasi maka hal yang sangat perlu dilakukan oleh organisasi itu sendiri adalah pembelajaran organisasi. Melalui individu-individu dan group dalam suatu organisasi sangat penting untuk belajar agar dapat berdampak kepada lingkungan organisasi. Sehingga organisasi akhirnya juga harus belajar (lihat juga Thomas 2000, 84), baik dengan lerning by doing, ataupun eksperimen, kesemuannya demi transfer of knwoledge yang ujung-ujungnya organisasi memiliki competitive advantage organisasi (Englihardt dan Simmons 2002, 39).
Dalam perusahaan manufaktur, pembelajaran organisasi dengan menggunakan management by process menunjukkan solusi yang inovatif dari organisasi dan menunjukkan indikator performance yang secara sistematis sesuai dengan proses yang mendasarinya bagi setiap industri manufaktur (Toni dan Tonchia 1996, 235). Pembelajaran organisasi merupakan suatu yang alamiah yang kadang organisasi moderen labih cenderung seperti mesin sehingga melupakan proses alamiah ini (Cavaleri dan Fearon 2000, 251). Sebagai hasil penelitiannya ternyata pembelajaran organisasi memberikan keuntungan bagi organisasi karena ada potensi sinergi dan manajemen proyek dapat lebih terintegrasi secara bersama. Guna mencapai learning organization menurut Bettersby 1999, 58 maka langkah berikutnya yang dapat dilakukan oleh organisasi, khususnya kepada anggota atau karnyawan adalah dengan melakukan Continuing Profesional Education (CPE). Dengan melaksanakan CPE ini maka akan dapat terjadi emancipatory and transformative imperative terhadap learning organization
C. Kekuatan Persepsi
SPM tdk akan efektif jk manajemen senior tdk menciptakan suasana dan lingkungan yg kondusif.
cara manajer senior: kecepatan tanggap atas laporan yg diterima, sikap terhadap pengendalian
SPM mengharapkan pemahaman bukan hanya bgm mereka membantu dlm mencapai tujuan org, dg berapa kuat manajer senior menghendaki rangkaian tindakan2 tertentu
D. Pengendalian dlm org
Pengendalian dilakukan oleh Organisasi formal (F), informal(IF), dan pribadi (P)
a. Arah Pengendalian:
F: Rencana org, strategi, tanggapan atas persaingan.
IF: Keterikatan bersama cita2 kelompok.
P : Tujuan pribadi, aspirasi
b. Macam2 pengendalian:
c. Ukuran prestasi &tingkah laku
F: Anggaran, Biaya standar, target penjualan
IF: Norma-norma kelompok
P: Harapan pribadi, target antara
Isyarat utk tindakan koreksi
F: Penyimpangan
IF: Penyimpangan
P: Dugaan akan kegagalan di masa akan datang, target tak tercapai.
Imbalan untuk prestasi
F: Pnghargaan manajemen, insentif uang, promosi
IF: Pengakuan rekan, keanggotaan, kepemimpinan
P: Kepuasan karena “terkendali”, kegembiraan
d. Hukuman untuk kegagalan
F: Minta penjelasan
IF: Ejekan, pengasingan, permusuhan.
P: Merasa gagal